Sultan dan Toleransi

Ditulis oleh Arafik A Rahman (Penulis buku)

Seorang Sultan itu, tak boleh di integrasikan dalam komposisi demokrasi; ia tidak lebih tinggi daripada presiden di mata negara tetapi lebih tinggi melampaui presiden di mata teologis dan historical Islam. Posisinya amat istimewa yang bisa selevel dengan Muhammad al-Fatih Turki Utsmani atau Salahuddin Bin Al-ayyubi di Yerusalem ketika itu. Karena mereka sama-sama membela, menyebar luaskan Islam dan menjujung tinggi toleransi meskipun dalam Medan juang.

Sejarah mencatat Sultan tak pernah pergi meminta bertemu bung Karno, tetapi bung Karno lah yang datang menghampirinya di Moloku Kie Raha. Dari diskusi itu melahirkan sensus teritorial pembentukan NKRI, Sultan ikhlaskan dan komitmen demi perdamaian, kedamaian dan toleransi di Moloku Kie Raha sehingga memutuskan untuk bergabung bersama NKRI. “Mereka berkata NKRI harga mati, tapi kami di Maluku Utara sudah mati berulang-ulang demi NKRI” begitu kata Husain Alting Sjah Sultan Tidore saat ini

Dari mulai Nuku sampai ke Zainal Abidin Syah, ekspansi dakwah Islam dari Maluku Utara sampai ke Papua dan menembus benua Afrika dipelopori oleh Kiai Abdullah bin Qodri asal Tidore. Nama Moloku Kie Raha itu terbentuk sekitar abad ke 16, ditandai dengan rapat yang terjadi di Pulau Moti “Moti State Verbon”. Dipelopori oleh Sultan Ternate Mansyur Malamo. Pertemuan itu mengundang lima kesultanan: Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo dan Loloda tetapi sayangnya delegasi Loloda tak hadir karena cuaca ekstrim membuat dia hanya bisa tembus di Ternate setelah rapat berakhir. Baca bukunya Rusli Rusly Saraha “Jazirah Raja-raja.

Rapat membahas politik, budaya dan peradangan termasuk toleransi misionaris Eropa yang di bawa oleh Portugis dan Spanyol. Jadi jangan heran tak ada kisah perang antara agama di era imperialisme hanya perebutan cengkeh dan Pala “Monopoli Dagang”. Bahwa perjuangan para sultan tentang perdamaian dan toleransi itu menembus ruang dan waktu, memakan korban yang tak bisa dihitung, jika dituliskan semuanya mungkin Pramoedya Ananta Toer juga menyerah. Tetapi sejarah yang telah dituliskan akan terus tumbuh dan dikenang oleh setiap generasi.

Di Ternate sekitar abad 17, pada masa Khairun dan Babullah, ekspansi Islam terbentang dari Sulawesi Utara ke tenggara di Buton, ke NTT, Papua naik ke Philippines yang dikenal Pemimpin 72 Pulau. Revolusi perdagangan, lompatan modernitas dan terbongkarnya
pengkhianatan Portugis. Itu di tandai dengan tragedi terbunuhnya sultan Khairun Ternate di benteng Kasela. Baca bukunya Asghar Saleh II “Belajar, Kemerdekaan dan Kemanusiaan” terbitan 2021, LSM Rorano dan LEFO.ID.

Dalam perjalanan sejarah dan dinamika empat kesultanan di Maluku Utara, selalu saja ada koalisi dan oposisi dalam persaudaraan Tidore dan Ternate. Tetapi semenjak NKRI terbentuk semuanya satu, saling mengisi dan melengkapi. Kesultanan Ternate dengan kisah penutup Perang Pasifik nya Sultan Iskandar Jabir Sjah dan Tidore dengan kisah Trikora mengembalikan Irian Barat oleh Sultan Zainal Abidin Kesemua itu hanya karena Toleransi, perdamaian dan kemerdekaan Indonesia.

Jadi soal demokrasi, toleransi dan keadilan di Maluku Utara tak perlu diragukan, nenek moyang kita telah mendahului semua itu. Toleransi pada prinsipnya tak memaksakan agama kepada orang lain (perspektif teologi), menjaga perdamaian di tengah kehidupan sosial (perspektif sosial) dan menghormati perbedaan etnisitas (perspektif budaya).

Dalam Al-Qur’an telah ditegaskan, Surat Al Hujurat ayat 10 “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati” dan Al-Hujurat Ayat 13 “Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa dan bersuku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Penegasannya bahwa saudara yang paling dekat dalam Islam adalah seniman, sementara dalam medis saudara yang paling dekat adalah sekandung atau saudara biologis. Al Hujurat ayat 13 penegasannya tentang hubungan horisontal antara sesama umat manusia. Bukan toleransi tentang memilih pemimpin, sebab pemimpin merupakan seorang Khalifah fil Ardhi yang mestinya mewarisi sifat-sifat kenabian. Setiap keputusan dan tindakannya bersumber dari Al-Qur’an dan hadits.

Termaktub dalam Surat Al-Ma’idah ayat 51, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barangsiapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.

Oleh karenanya, tugas kita selanjutnya adalah merealisasikan, melestarikan dan melanjutkan Ikhwal toleransi dan pedoman dalam memilih pemimpin. Kemudian menjaganya dari derasnya arus teknologi informasi yang bisa saja membuat kita amnesia atas indentitas dan sejarah kita sendiri. Generasi boleh cerdas tapi sejarah tak boleh dinafikan, sebab ia adalah penuntun kini dan nanti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *