Saat Ini Banyak Sekali Dana Desa Di Salah Gunakan, Inspektorat Diam

Halteng TM.com – Dana 1 Milyar lebih yang mengalir ke setiap desa sangat rawan menjadi bancakan yang melibatkan perangkat desa. Kepala desa termasuk pelaku terbesar dalam kasus penyelewengan anggaran desa yang terdiri dari dana desa, alokasi dana desa, serta pendapatan asli daerah.

Sampai saat ini telah tercatat, sudah 10 kasus korupsi anggaran desa yang telah diproses penegak hukum pada 2017 sampai pertengahan 2019 ini. Korupsi dana desa merupakan asus terkini terjadi di Kabupaten Halmahera Tengah yang melibatkan Kepala Desa dan Bendahara.

FOTO : Proyek Menggunakan Dana Desa

Kasus penyelewengan anggaran desa melibatkan kepala desa. Sisanya yaitu, perangkat desa, sehingga kerugian negara mencapai lebih dari 5 milyar rupiah.

Hamdan mengatakan, banyaknya Kades yang menjadi tersangka menunjukkan bahwa tak dilaksanakannya kewajiban mereka sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pasal 26 ayat (4) UU Desa menyebutkan, Kades berkewajiban melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.

Penyimpangan dana desa juga bisa jadi karena terbatasnya kompetensi kepala desa dan perangkat desa lainnya. Banyak kepala desa yang pendidikan terakhirnya sekolah dasar atau sekolah menengah pertama. Sementara mereka dituntut mengelola anggaran yang cukup besar dan mempertanggungjawabkan secara akuntabel,” jelas Hamdan.

Selain kompetensi kepala desa, pemantauan awak media ada beberapa faktor penyebab korupsi dana desa. Faktor paling mendasar adalah kurang dilibatkannya masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan dana desa.

Akses masyarakat untuk mendapatkan informasi pengelolaan dana desa dan terlibat aktif dibatasi. Padahal di pasal 68 UU Desa, telah diatur hak dan kewajiban masyarakat desa untuk mendapatkan akses dan dilibatkan dalam pembangunan desa.

Korupsi dana desa juga terjadi karena tidak optimalnya lembaga yang secara langsung memainkan peran penting dalam pemberdayaan masyarakat dan demokrasi tingkat desa, seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Seperti kasus korupsi lainnya, korupsi dana desa pun terjadi karena faktor keserakahan dan tekad untuk mengembalikan biaya politik. Pemilihan kepala desa seringkali menuntut biaya yang besar sehingga calon terpilih akan terus berpikir untuk balik modal.

Kades “basa kuyub” yang menyelewengkan dana desa saat ini ditangani Kejaksaan Negeri. Untung saja ada batasan kewenangan yang dimiliki oleh KPK sehingga tidak bisa menyentuh tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Kades.

Pasal 11 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum, peyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

Meski masih banyak celah, pemerintah tetap melanjutkan program dana desa itu. Tahun ini dana desa yang dikucurkan sebesar 70 triliun. Sejumlah lembaga seperti KPK berupaya dilibatkan dalam program ini. Sehingga KPK merekomendasikan pengelolaan dana desa “ganti mesin” agar lebih sederhana dan tidak tumpang tindih.

“Bukan hanya direformasi, tapi juga harus ganti mesin artinya tumpang tindih dibenahi, lebih disederhanakan, sistem yang pengantarannya didorong supaya ada check and balances juga. (Ode)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *