Halteng TM.com – Diduga melakukan pembayaran lahan berdokumen palsu oleh Pemkab Halteng Bagian Pemerintahan. Penjualan lahan yang dilakukan saudara Ahlan Jumadil yang aktif sebagai anggota DPRD Halteng tersebut menjadi bahan pembicaraan dan pembahasan hangat di kalangan masyarakat Desa Bobane Jaya Kecamatan Patani Barat Kab. Halteng.
Menurut keterangan sejumlah masyarakat setempat lahan yang dijual berdokumen palsu pada tahun 2018 itu, telah dibebaskan dan sudah dibayar oleh mantan Pemerintah Desa Banemo, Hi Bakar Mahmud pada tahun 1991. “Kala itu, pembebasan sekaligus pembayaran lahan itu untuk kepentingan umum yakni pembangunan sekolah SMP,” ungkap, Risal Naser kepada wartawan Senin, (04/03/2019) siang tadi di desa Were Kecamatan Weda.
Terkuak dan diketahui masyarakat ketika pihak BPK turun melakukan verifikasi dilapangan (dilokasi) terkait dengan pembayaran lahan senilai 120 juta oleh Pemkab Halteng. “Ternyata BPK menemukan indikasi pemalsuan dokumen terkait pembayaran lahan itu, karena tanda tangan dan nomor surat serta pencatutan nama saja tidak sesuai,”.
Temuan mengenai dugaan pemalsuan dokumen lahan yang dibayarkan Bagian Pemerintahan Pemkab Halteng ini akan dilaporkan ke pihak Kepolisian Polres Halteng Selasa, (05/03/2019) untuk ditindak lanjuti.
Pihak BPK pada saat tengah menginventarisasi dokumen pembayaran lahan tersebut. “Kami sudah inventarisir mana-mana saja yang palsu, dokumen yang terbukti palsu adalah surat keterangan kepala desa Bobane Jaya M Taha Munir, karena didalam surat itu, terdapat keganjalan nomor surat, nama dan tanda tangan yang berbeda (bukan tanda tangan Kepala Desa), sementara nama Kades saja hanya di tulis Taha Munir. Mestinya M. Taha Munir itu baru tepat,”.
Setelah pengecekan dilakukan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), menurut Risal Naser, ternyata lokasi yang dibayarkan itu masih lahan kosong. Sementara pemeriksaan dilapangan ternyata lokasi yang dimaksud itu sudah ada pembangunan sekolah SMP dan pembangunan sekolah itu sejak tahun 1991 yang silam, jadi kami dan masyarakat menilai Pemkab Halteng telah melakukan pembayaran lahan secara fiktif,” tegasnya.
Bahwa pemalsuan tanda tangan pejabat pemerintah dapat dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP, dengan ancaman penjara maksimal enam tahun penjara. Pada akhirnya hakim di pengadilanlah yang memutuskan akan dijatuhkan hukuman terhadap seorang yang terbukti memalsukan surat. Menurut R. Soesilo hearts bukunya “ Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal ” (hlm. 196).
Seperti beberapa kasus tentang lahan fiktif di beberapa daerah Maluku Utara, sudah sering terjadi dan menjerat pejabat daerah serta diproses secara hukum, dalam kasus tersebut juga bisa disangkakan dengan melanggar atau dijerat, Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Risal Naser yang juga warga Desa Bobane Jaya ini menambahkan bahwa Minggu malam mantan Kepala Desa Banemo (sebelum pemekaran desa Bobane Jaya pada tahun 1991) Hi Bakar Mahmud, dan mantan Sekdes Karjono Hi Yasir serta mantan Bendahara Manaki Salasa memberikan kesaksian di hadapan masyarakat yang berlangsung di Kantor Desa Bobane Jaya dengan membacakan surat pembayaran lahan pada tahun 1991 oleh mantan Kepala Desa Banemo Hi Bakar Mahmud sekaligus mengirim bukti dokumentasi video yang di ambil dokumentasi pada saat rapat bersama masyarakat,” ucapnya.
Atas ulah saudara Ahlan Jumadil, bahwa ada beberapa aset desa yang bakal digugat kembali oleh pemilik lahan (ahli waris) padahal orang tua – tua mereka sudah melakukan hibah. “Orang tua-tua kita di zaman dulu melakukan hibah itu hanya melalui lisan karena dengan keterbatasan administrasi kala itu. Dengan kejadian lahan sekolah yang dibayar dua kali ini ada beberapa orang warga (ahli waris) seperti lokasi lapangan kembali menggugat karena mengacu pada sikap sudara Ahlan Jumadil ini,” tutupnya. (Ode)