Termate | Teropongmaut.com, Menyikapi agenda nasional Indonesia yang akan dilaksanakan di Kota ternate yakni, kegiatan indonesia Creative Cities Featival (ICCF) tanggal 3 september, kini mengundang kontroversial di kalangan masyarakat dan pemuda Ternate yang mengatasnamakan Front Masyarakat dan Pemuda Ternate (Fo Ma Peta) hingga berujung pada aksi protes di kantor Camat Utara, Jum’at (08/30)
Dari kajian yang dilakukan Fo Ma Peta terkait dengan agenda tersebut, mengalami pertentangan karena dinilai salah satu item kegiatan yang nantinya ditampilkan yaitu” Coho Gia Kololi Kie (Pegang Tangan Peluk Gunung) dapat melanggar nilai adat se atorang. Hal ini disampaikan salah satu orator aksi, Ijul di tengah-tengah masa asksi itu.
“Torang orang Ternate hanya mengenal “Kololi Kie” sebagai ritual ada istiadat yang mempunyai makna dan tujuan spiritual sebagai bentuk bermunajat kepada Allah SWT. Sepanjang masa, pelaksanaan ritual torang (Kami) harus di iringi dengan tahlilan, shalawat, dan disertakan mebaca doa ambor pundak ditempat yang di anggap keramat (Tempat Orang Suci dan Berilmu)” Ungkapanya
Lebih lanjut Ia menyampaikan, Kololi kie itu, merupakan sebuah manifestasi dari Kedaton Kesultanan Ternate, bukan hasil cetusan dari kantor Walikota maupun komunitas-komunitas yang ada.
“Asal ritualnya dari kesultanan, mestinya pihaknya harus segera melakukan protes keras soal ini. Bagi kami tidak ada ritual orang Ternate terlahir dengan istilah “Coho Gia Kololi Kie” Jadi jangan mencampur adukkan “Adat Ge Matoto Agama” Katanya
Fo Ma Peta juga menilai bahwa pemerintah kota sengaja meraup keuntungan begitu besar lewat kegiatan-kegiatan serimonial dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Padahal ini tidak terlalu berdampak postif kepada masyarakat.
“Kalaupun pemerintah mempunyai niat membuat acara adat, semestinya wajib dikoordinsai dulu dengan para perangkat Kadaton”
Sementara Koodinator Aksi Alkbar di sela-sela masa akasi menegaskan, pada prinsipnya yang tergabung dari Fo Ma Peta tidak melarang penuh kegiatan ICCF. Tapi hanya satu poin yang mejadi penolakan adalah” Coho Gia Kololi Kie” dan ini tidak terdapat dalam ketentuan adat kesultanan yang adanya” Kololi kie moti ngolo dan fere kie, itupun melewati beberapa tahapan ritual.
“Maka dari itu kami meminta pemkot segera bangun koordinasi panitia terkait agar segera menghapuskan satu poin kegiatan itu. Ketika dikonfimasi ke Kedaton Kesultanan lewat Bobato 18 Hi. Rinto Tolangara sampai sejauh ini tidak ada intens Komunikasi yang dibangun” Tegasanya. (KJ)