Jailolo-Teropongmalut. Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Dispirdagkop) Kabupaten Halmahera Barat (Halbar) kini tengah menjadi sorotan publik setelah insiden kekerasan yang melibatkan Kepala Dinasnya, Demisius Onasis Boky S.P.T. dalam menangani demonstrasi yang berlangsung di kantornya. Tindakan kasar yang dilakukan oleh Kadis Demisius kepada seorang pendemo, Hardi Djafar, menjadi kontroversi besar dan memunculkan kritik tajam terhadap pemerintah daerah.
Insiden tersebut terjadi pada Rabu, 8 Januari 2025, ketika Hardi Djafar, yang dikenal dengan nama panggilan “Doun Jouao”, bergabung dalam aksi protes yang menuntut penjelasan mengenai tingginya harga minyak tanah di daerah tersebut. Harga minyak tanah yang kini mencapai Rp 9.000 per liter dinilai memberatkan masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada bahan bakar tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.
Kadis Demisius, yang hadir di lokasi tersebut, awalnya mengundang Hardi Djafar untuk berdialog mengenai tuntutan yang disampaikan. Namun, pertemuan tersebut tidak berjalan dengan lancar. Saat Hardi Djafar menempelkan kertas berisi tuntutan di depan Kadis Demisius, sang Kepala Dinas tampak kesal dan secara tiba-tiba memukul Hardi dengan beberapa pukulan keras. Kejadian tersebut berlangsung di teras kantor Dispirdagkop dan langsung disaksikan oleh banyak orang.
Menurut saksi mata, Hardi sempat berusaha membalas perlakuan kasar tersebut, namun ia segera dihentikan oleh beberapa staf kantor yang berusaha melerai situasi. Salah seorang teman Hardi yang ikut dalam aksi tersebut mengungkapkan rasa kecewa yang mendalam terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh seorang pejabat publik. “Kami datang dengan niat baik untuk menyampaikan pendapat, tetapi malah diperlakukan seperti ini,” ujar temannya.
Video yang merekam insiden kekerasan tersebut kini telah tersebar luas di media sosial dan menjadi bahan perbincangan hangat. Aksi premanisme yang dilakukan oleh Kadis Demisius semakin memperburuk citra pemerintah Kabupaten Halmahera Barat. Bahkan, banyak pihak menganggap bahwa tindakan tersebut mencoreng nama baik instansi pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung dan pembela hak-hak rakyat.
Terkait dengan insiden ini, pihak Kepolisian Halmahera Barat telah membuka penyelidikan dan berjanji untuk menindaklanjuti laporan yang masuk. Polisi akan memeriksa semua pihak yang terlibat, termasuk Kadis Demisius dan Hardi Djafar, guna mengetahui motif dan kronologi kejadian. “Kami akan melakukan penyelidikan secara transparan dan adil,” ujar Kapolres Halmahera Barat dalam konferensi persnya.
Sementara itu, kelompok mahasiswa yang ikut serta dalam aksi tersebut juga memberikan pernyataan tegas. Mereka menuntut agar aparat penegak hukum segera memproses kasus ini dan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku kekerasan. “Kami hadir untuk menyampaikan keluhan masyarakat, bukan untuk dianiaya. Pemerintah seharusnya mendengarkan aspirasi kami, bukan malah menggunakan kekerasan,” tegas salah seorang mahasiswa.
Selain itu, insiden ini juga menimbulkan kecaman dari sejumlah elemen masyarakat yang menilai bahwa tindakan kekerasan semacam ini tidak seharusnya terjadi di negara demokrasi. Para aktivis dan pemerhati isu hak asasi manusia menilai bahwa hal ini menunjukkan adanya masalah serius dalam penanganan demonstrasi di Indonesia, terutama terkait dengan sikap represif yang terkadang ditunjukkan oleh aparat pemerintah.
Sebagai akibat dari kejadian ini, Dinas Perindagkop Kabupaten Halmahera Barat kini berada dalam posisi yang sulit. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Kadis Demisius telah mencoreng integritas lembaga yang seharusnya memberikan pelayanan kepada masyarakat, bukan malah menjadi pihak yang menindak demonstran dengan cara kekerasan. Insiden ini juga memicu diskusi publik mengenai perlunya reformasi dalam penanganan aksi protes dan penguatan prinsip-prinsip demokrasi di Indonesia.
Dengan adanya proses hukum yang sedang berlangsung, masyarakat berharap bahwa kasus ini dapat diselesaikan dengan adil dan memberikan pelajaran penting bagi para pejabat publik di seluruh Indonesia untuk selalu menjaga sikap profesional dan menghargai hak warga negara dalam menyampaikan pendapatnya.
(Agis)